CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Minggu, 30 November 2008

Nasihat ombak



June 20th, 2008
Cerpen Remaja; Siang Hari di Watu Ulo
Majalah Annida 2001Cerpen Remaja: Retno Wi
Anak-anak mulai turun ke laut. Ah, pasti mereka bahagia, melepas lelah setelah tiga minggu ujian. Aku baringkan tubuhku di atas sebuah batu. Aku memang ingin sendiri. Selain itu, aku juga tidak ingin kakiku yang terluka karena tusukan paku menjadi perih oleh air laut.
Kuubah posisi dudukku agar lebih enak. Matahari siang ini sungguh baik, tidak panas seperti biasanya. Kurasakan desiran lembut angin pantai yang memperainkan jilbabku. Alhamdulillah Pantai Watu Ulo kali ini sepi sehingga aku dapat berbaring dengan aman.
“Assalamu’alaikum” Sebuah suara mengejutkanku. Aku bingung bercampur heran. Anak-anak masih asyik bermain air laut. Lalu, suara siapa itu? Keningku berkerut mencoba menerka-nerka, mungkinkah………“Ya, ini aku. Ombak.” Sebuah deburan lembut menyapu ujung gamisku. Perih. Itulah yang kurasakan saat lukaku terkena air garam.
“Rupanya kau memperhatikanku.” Kusambut ombak dengan riang. Ombak itu meninggi, menunjukkan kemahirannya. Sesekali ia menghantam batu karang.“Kesendirianmu yang membuat aku tertarik, Ary.”“Ary?” Kueja namaku sendiri. “Bagaimana kau tahu?” Ombak tertawa bersama angin. Suaranya yang bergemuruh membuat burung camar terbang menjauh.
“Tentu saja, Ary. Bukankah kau pernah ke sini sebelumnya. Ke pantai ini. Watu Ulo.”Aku hanya diam membenarkan. Setahun yang lalu aku memang ke sini. “Apakah kau juga tahu tentang anak-anak itu?”“Aku tahu semua yang datang ke sini. Aku hafal nama mereka, apa saja yang mereka lakukan di sini. Aku akan ingat semua peristiwa yang terjadi di pantai ini.”
Kusilangkan tanganku di bawah kepala. Kulihat anak-anak itu masih tertawa-tawa dengan pakaian mereka yang basah. “Apakah teman-temanmu juga berbuat sepertimu, wahai ombak?” Ombak berputar dengan cepat dan menghantam batu karang dengan garang. Aku tahu ia sedang menertawakanku. Ombak kembali ke laut, kemudian datang bersama angin.
“Bukankah kau juga tahu tentang hal itu, Ry? Aku, angin, pantai pohon-pohon, bahkan batu yang kau tempati. Kami semua akan selalu ingat setiap peristiwa yang yang terjadi di sini. Itu adalah tugas kami. Kami harus ingat karena kami akan menjadi saksi pada Hari Kebangkitan nanti.” Perlahan ombak turun ke laut lagi. Tak lama kurasakan kedatangannya bersama angin dan beberapa temannya. Kutekuk kakiku untuk menghindari kedatangan mereka.
“Kau tak perlu heran, karena memang itulah yang diamanahkan Allah kepada kami.” Kudengar angin mulai bersuara. Aku merasa tertekan oleh ucapannya. Kurasakan gemuruh ombak bersama angin menusuk telingaku dengan kuat. Mereka berusaha meyakinkan diriku tentang kebenaran ucapannya. Pipiku terasa basah. Bukan, bukan ulah ombak.Tapi air mataku yang menetes perlahan. Angin dan ombak masih setia menemaniku. Angin berusaha menghapus air mataku dengan lembut.
“Kenapa menangis, Ary? Bukankah itu tugasmu juga? Tugas manusia untuk selalu memberi peringatan. Karena kalian adalah makhluk yangn berakal, yang dinobatkan menjadi khalifah di atas bumi”Sekarang tidak hanya satu butiran yang mengalir di pipiku. “Tapi bagaimana kalian bisa begitu taat kepadanya sementara kami yang berakal……….” Tak sanggup aku untuk meneruskan kata-kataku.
“Kami memang takkan pernah sanggup menentang-Nya.” Ombak bersuara pelan. Sangat pelan. “Dia terlalu agung untuk ditentang, Ary. Dengan sukarela atau terpaksa kita akan tetap tunduk dan taat kepada-Nya.” Suara angin membuat bulu kudukku merinding. Kuraih botol minuman yang ada di sampingku. Kuteguk isinya setelah mengucap basmalah. Kutatap langit. Kucari matahari, tapi yang kutemukan hanyalah mendung yang kelabu. Kualihkan pandanganku ke laut. Anak-anak masih berkejaran berebut kerang.
“Bagaimana dengan anak-anak itu?”“Apa maksudmu, Angin?” Kulihat matahari mengintip dari celah awan. Rupanya ia tertarik untukl mendengarkan kami.“Bukankah telah menjadi kewajibamu untuk membuat mereka ingat kepada-Nya. Mengembalikan mereka kepada fitrah. Awan bergerak cepat menutupi matahari. Sepertinya ia tidak suka matahari mencuri dengar percakapan kami.
“Itulah sebabnya mereka aku bawa kemari.” Aku memang tak sanggup lagi membimbing mereka. Mereka sebenarnya anak-anak yang baik. Rajin salat, tilawah Qur’an bahkan qiyamullail. Tapi mereka masih tomboy, cuek, dan kadang semaunya. Mereka juga masih belum mau meninggalkan pacaran dan masih enggan berjilbab. Sepertinya aku sudah kehabisan cara untuk menjelaskan kepada mereka. Aku tidak berhasil. Aku gagal. Dan aku telah merencanakan agar mereka dibimbing orang lain. Meskipun aku masih berat melepas mereka. Aku memang sangat dekat dengan mereka, tapi ternyata itu tidak cukup. Kepergian kami kemari sepertinya akan menjadi perpisahan bagi kami.
“Apa mereka sudah tahu akan rencanamu?” Aku hanya menggeleng lemah. Suasana mendadak sepi. Angin menggiring ombak ke laut. Anak-anak mulai menuju pantai untuk berjemur.“Mengapa kau begitu bodoh, Ary?” Sebuah suara bernada dingin mengusikku. Kulihat angin masih mempermainkan burung camar. “Apakah engkau tidak memperhatikan kami?” Aku terhenyak. Ternyata suara itu berasal dari batu karang di depanku.
“Lihatlah batu karang yang besar dan angkuh itu!” Kuarahkan pandanganku ke selatan, di sana memang berdiri tegak sebuah batu karang. Puncaknya tinggi menantang langit. Aku tak percaya ombak dapat mencapai puncaknya.
“Seperti itulah aku dulu.”Mataku membesar seketika. Kuamati dengan seksama batu karang di depanku. Aku masih belum percaya. Di hadapanku hanyalah sebongkah batu seperti yang kutempati. Tidak lebih.“Bagaimana mungkin kau berubah seperti ini?” Batu karang itu hanya tersenyum, namun senyumnya segera sirna saat ombak dan angin datang menghantamnya.
“Kau lihat batu karang ini. Apakah hati anak-anak itu lebih keras darinya?” Angin mendorong ombak menghantam batu karang sekali lagi.“Dan apakah kau lebih lemah dari aku?”“Mengapa kau katakan dirimu lemah dari aku? Padahal aku merasa takut saat mendengar gemuruhmu. Aku ngeri melihatmu menghantam kuat batu karang. Apalagi saat kau tenggelamkan perahu nelayan. Untunglah untuk yang terakhir aku tak pernah melihat langsung.”“Ya, Allah Tuhanku.” Ombak tertawa mengejekku. Diguyurnya badanku hingga basah. Kuusap wajahku yang basah oleh air laut.
“Mengapa Kau berikan akal itu pada manusia kalau mereka tak pernah menggunakannya?” Terus terang aku sangat tersinggung. Aku bangkit dan berjalan ke arah batu karang yang agak tinggi. Di tempat ini aku dapat berhadapan langsung dengan ombak.
“Perhatikan aku, Ary. Aku hanyalah air biasa. Air laut. Tidak lebih. Dan tentunya kau sangat paham bagaimana keadaan air, wahai calon sarjana fisika!”Aku hanya mampu diam. Tak tahu harus berkomentar apa. Kuhirup udara-udara di sekitarku dengan dalam. Kulangkahkan kakiku ke selatan. Ke arah batu karang yang besar dan kokoh. Kuperas ujung jilbabku yang basah. Ombak masih terus mengikuti langkahku sampai aku berhenti. Kuamati batu karang yang menjulang itu.
“Berapa waktu yang kau perlukan untuk membuat batu karang itu menjadi seperti dia?” Kutunjuk sebongkah batu yang tidak seberapa besar.“Ary, aku tidak pernah menghitung pekerjaanku dalam bilangan tahun atau abad. Aku menghitungnya dalam menit dan detik. Bahwa setiap menit, setiap detik, aku harus menerjang batu karang itu. Tak peduli sampai kapan.”
“Kau … Ya Allah, ampuni Ary. Padahal aku hanya menghadapi mereka sekali dalam seminggu. Dan aku sudah merasa berbuat banyak. Aku memang bodoh.”Angin menyeret ombak agar meninggalkanku sendirian. Aku berjalan ke utara. Kulangkahkan kakiku di antara batu karang yang mendadak menjadi bisu dan tuli.
“Mbak Ary, tidak ingin turun ke laut?!” Fitri mengibaskan rambutnya yang masih basah.“Mbak takut kaki yang tertusuk paku menjadi perih oleh air garam. Sekarang saja sudah merasa perih.”Ya Allah, haruskah aku melepas mereka. Bimbang masih mengisi kisi hatiku. Tidak. Aku tidak akan melepas mereka. Wahai ombak, kau dan teman-temanmu yang akan menjadi saksi akan tekadku ini. Ombak tampak bersorak. Bersama angin ia menyongsong kami.
“Awas, Mbak Ary, ombaknya besar!” Niken berteriak. Anak-anak berlarian menjauhi ombak. Aku tersenyum dengan tingkah mereka. Kurasakan kesejukan di hatiku mengalahkan pedihnya kakiku.“Adik-adik, sepertinya sudah ashar. Sebaiknya kita segera salat dan bersiap-siap untuk pulang.”Mobil yang kami bawa mulai bergerak menaiki bukit dan menjauhi pantai. Ombak melambai-lambai melepas kepergian kami.
“Jangan lupa, Ry. Bukan terjangan terakhirku yang membuat batu karang terbelah. Tapi setiap terjangan itulah yang menyebabkan karang menjadi hancur pada saatnya nanti.”
Pantai Watu Ulo Jember in memoriam


"Lukisan mawarnya cantik'kan"

Kamis, 27 November 2008

Puisi Untuk Sahabat

sahabatku………
seberat apapun masalahmu
sekelam apapun beban hidupmu
jangan pernah berlari dari-Nya
ataupun bersembunyi
agar kau tak akan bertemu dengan-Nya
atau agar kau bisa menghindar dariNya
karena sahabat…..
seberapa jauhpun kau berlari
dan sedalam apapun kau bersembunyi
Dia pasti akan menemuimu
dalam sebuah episode kehidupanmu
sahabatku……
alangkah indahnya bila kau temui Ia
dengan dada yang lapang
persilahkan Ia masuk
dalam bersihnya rumah hati
dan mengkilapnya lantai nuranimu
hadapi Ia dengan senyum
seterang mentari pagi
ajak Ia untuk menikmati hangatnya teh kesabaran
ditambah sedikit penganan keteguhan
sahabat…….
dengan begitu sepulangnya Ia
dari rumahmu
akan kau dapati dirimu
menjadi sosok yang tegar
dalam semua keadaan dan
kau pun akan mampu dan
lebih berani untuk melewati lagi
deraan kehidupan
dan yakinlah sahabat……..
kaupun akan semakin bisa bertahankala
badai cobaan itu menghantam

Pesan

-Orang bodoh manapun bisa membela kesalahanya-dan sebagian besar orang bodoh memang melakukannya-tetapi seseorang akan ditinggikan diantara yang lain dan akan merasa mulia dan tinggi jika dia mau mengakui kesalahannya sendiri (Dale Carnegie)
-Kita bisa mendapat lebih banyak teman dalam dua bulan dengan menaruh minat tulus pada orang lain daripada yang kau dapatkan dalam dua tahun dengan mencoba membuat orang lain tertarik padamu (Dale Carnegie)

Rabu, 26 November 2008

Kanker Tulang Primer





DEFINISITerdapat 2 macam kanker tulang:
1.Kanker tulang metastatik atau kanker tulang sekunder : kanker dari organ lain yang menyebar ke tulang, jadi kankernya bukan berasal dari tulang. Contohnya adalah kanker paru yang menyebar ke tulang, dimana sel-sel kankernya menyerupai sel paru dan bukan merupakan sel tulang.
2.Kanker tulang primer : merupakan kanker yang berasal dari tulang. Yang termasuk ke dalam kanker tulang primer adalah: - Mieloma multipel - Osteosarkoma - Fibrosarkoma & Histiositoma Fibrosa Maligna - Kondrosarkoma - Tumor Ewing - Limfoma Tulang Maligna.
MIELOMA MULTIPEL Mieloma Multipel merupakan kanker tulang primer yang paling sering ditemukan, yang berasal dari sel sumsum tulang yang menghasilkan sel darah. Umumnya terjadi pada orang dewasa. Tumor ini dapat mengenai satu atau lebih tulang sehingga nyeri dapat muncul pada satu tempat atau lebih. Pengobatannya rumit, yaitu meliputi kemoterapi, terapi penyinaran dan pembedahan.
OSTEOSARKOMA Osteosarkoma (Sarkoma Osteogenik) adalah tumor tulang ganas, yang biasanya berhubungan dengan periode kecepatan pertumbuhan pada masa remaja. Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki dan anak perempuan adalah sama, tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti tidak diketahui. Bukti-bukti mendukung bahwa osteosarkoma merupakan penyakit yang diturunkan. Osteosarkoma cenderung tumbuh di tulang paha (ujung bawah), tulang lengan atas (ujung atas) dan tulang kering (ujung atas). Ujung tulang-tulang tersebut merupakan daerah dimana terjadi perubahan dan kecepatan pertumbuhan yang terbesar. Meskipun demikian, osteosarkoma juga bisa tumbuh di tulang lainnya. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri. Sejalan dengan pertumbuhan tumor, juga bisa terjadi pembengkakan dan pergerakan yang terbatas. Tumor di tungkai menyebabkan penderita berjalan timpang, sedangkan tumor di lengan menimbulkan nyeri ketika lengan dipakai untuk mengangkat sesuatu benda. Pembengkakan pada tumor mungkin teraba hangat dan agak memerah. Tanda awal dari penyakit ini bisa merupakan patah tulang karena tumor bisa menyebabkan tulang menjadi lemah. Patah tulang di tempat tumbuhnya tumor disebut fraktur patologis dan seringkali terjadi setelah suatu gerakan rutin. Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
Rontgen tulang yang terkena
CT scan tulang yang terkena
Pemeriksaan darah (termasuk kimia serum)
CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru
Biopsi terbuka
Skening tulang untuk melihat penyebaran tumor. Sebelum dilakukan pembedahan, diberikan kemoterapi yang biasanya akan menyebabkan tumor mengecil. Kemoterapi juga penting karena akan membunuh setiap sel tumor yang sudah mulai menyebar. Kemoterapi yang biasa diberikan: -
Metotreksat dosis tinggi dengan leukovorin - Doxorubicin (adriamisin) - Cisplatin - Cyclophosphamide (sitoksan) - Bleomycin. Jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru, maka angka harapan hidup mencapai 60%. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis.
FIBROSARKOMA & HISTIOSITOMA FIBROSA MALIGNA Kanker ini biasanya berasal dari jaringan lunak (jaringan ikat selain tulang, yaitu ligamen, tendo, lemak dan otot) dan jarang berawal dari tulang. Kanker ini biasanya ditemukan pada usia lanjut dan usia pertengahan. Tulang yang paling sering terkena adalah tulang pada tungkai, lengan dan rahang. Fibrosarkoma dan Histiositoma Fibrosa Maligna mirip dengan osteosarkoma dalam bentuk, lokasi dan gejala-gejalanya. Pengobatannya juga sama.
KONDROSARKOMA Kondrosarkoma adalah tumor yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang rawan) yang ganas. Kebanyakan kondrosarkoma tumbuh lambat atau merupakan tumor derajat rendah, yang sering dapat disembuhkan dengan pembedahan. Tetapi, beberapa diantaranya adalah tumor derajat tinggi yang cenderung untuk menyebar. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi. Kondrosarkoma harus diangkat seluruhnya melalui pembedahan karena tidak bereaksi terhadap kemoterapi maupun terapi penyinaran. Amputasi tungkai atau lengan jarang diperlukan. Jika tumor diangkat seluruhnya, lebih dari 75% penderita bertahan hidup.
TUMOR EWING Tumor Ewing (Sarkoma Ewing) muncul pada masa pubertas, dimana tulang tumbuh sangat cepat. Jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 10 tahun dan hampir tidak pernah ditemukan pada anak-anak Afro-Amerika. Tumor bisa tumbuh di bagian tubuh manapun, paling sering di tulang panjang anggota gerak, panggul atau dada. Tumor juga bisa tumbuh di tulang tengkorak atau tulang pipih lainnya. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dan kadang pembengkakan di bagian tulang yang terkena. Penderita juga mungkin mengalami demam. Tumor mudah menyebar, seringkali menyebar ke paru-paru dan tulang lainnya. Pada saat terdiagnosis, penyebaran telah terjadi hampir pada 30% penderita. Jika diduga suatu tumor, maka biasanya dilakukan pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan penyebaran tumor:
Rontgen tulang kerangka tubuh
Rontgen dada
CT scan dada
Skening tulang
Biopsi tumor. Pengobatan seringkali merupakan kombinasi dari:
Kemoterapi (
siklofosfamid, vinkristin, daktinomisin, doksorubisin, ifosfamid, etoposid)
Terapi penyinaran tumor
Terapi pembedahan untuk mengangkat tumor. Prognosis tergantung kepada lokasi dan penyebaran tumor.
LIMFOMA TULANG MALIGNA Limfoma Tulang Maligna (Sarkoma Sel Retikulum) biasanya timbul pada usia 40- 50 tahun. Bisa berasal dari tulang manapun atau berasal dari tempat lain di tubuh kemudian menyebar ke tulang. Biasanya tumor ini menimbulkan nyeri dan pembengkakan, dan tulang yang rusak lebih mudah patah. Pengobatan terdiri dari kombinasi kemoterapi dan terapi penyinaran, yang sama efektifnya dengan pengangkatan tumor. Amputasi jarang diperlukan.

Lentera Kehidupan

Tak ada yang lebih gusar melebihi makhluk Allah yang bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tumbuhan tebu ini membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yang bernama sirup.
Masalahnya sederhana. Gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai manusia. Dimanfaatkan, tapi dilupakan begitu saja. Walau ia sudah mengorbankan diri untuk memaniskan teh panas, tapi manusia tidak menyebut-nyebut dirinya dalam campuran teh dan gula itu. Manusia cuma menyebut, "Ini teh manis." Bukan teh gula. Apalagi teh gula pasir.
Begitu pun ketika gula pasir dicampur dengan kopi panas. Tak ada yang mengatakan campuran itu dengan ‘kopi gula pasir’. Melainkan, kopi manis. Hal yang sama ia alami ketika dirinya dicampur berbagai adonan kue dan roti.
Gula pasir merasa kalau dirinya cuma dibutuhkan, tapi kemudian dilupakan. Ia cuma disebut manakala manusia butuh. Setelah itu, tak ada penghargaan sedikit pun. Tak ada yang menghargai pengorbanannya, kesetiaannya, dan perannya yang begitu besar sehingga sesuatu menjadi manis. Berbeda sekali dengan sirup.
Dari segi eksistensi, sirup tidak hilang ketika bercampur. Warnanya masih terlihat. Manusia pun mengatakan, "Ini es sirup." Bukan es manis. Bahkan tidak jarang sebutan diikuti dengan jatidiri yang lebih lengkap, "Es sirup mangga, es sirup lemon, kokopandan," dan seterusnya.
Gula pasir pun akhirnya bilang ke sirup, "Andai aku seperti kamu."
Sosok gula pasir dan sirup merupakan pelajaran tersendiri buat mereka yang giat berbuat banyak untuk umat. Sadar atau tidak, kadang ada keinginan untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai yang paling berjasa. Persis seperti yang disuarakan gula pasir.
Kalau saja gula pasir paham bahwa sebuah kebaikan kian bermutu ketika tetap tersembunyi. Kalau saja gula pasir sadar bahwa setinggi apa pun sirup dihargai, toh asalnya juga dari gula pasir.
Kalau saja gula pasir mengerti bahwa sirup terbaik justru yang berasal dari gula pasir asli.
Kalau saja para penggiat kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak akan ada ungkapan, "Andai aku seperti sirup!" (beranda.blogsome.com)

Senin, 03 November 2008

haii... friends